Sedingin Salju Di Malam Vale


salju

“Aku merasa belakangan ini, Kenji selalu menghindariku. Aku tak tau sebabnya mengapa? Hanya saja belakangan tampak aneh. Apalagi di saat-saat tertentu. Ia selalu miminta izin padaku. Nyaris lima kali sehari. Itu membuatku kesal!” bisik Yuka pada malam yang mulai temaram. Ia memandang ke luar jendela. Pandangannya menyapu halaman depan rumahnya. Tampak halaman yang cukup luas, dengan tata landscape bergaya Eropa. Ada sebuah patung Cupid sedang membawa guci yang mengalir air dari dalamnya. Gemericik air samar terdengar. Bola lampu yang menghiasi taman, masih memendarkan cahayanya.

Salju turun dengan tenangnya di bulan Februari. Memberikan hawa dingin dan tampilan serasi berupa warna putih. Suasana nampak begitu berbeda dari musim lainnya. Salju juga berperan meredam suara, sehingga haripun tampak sunyi. Sesunyi hatinya malam ini. Ia membalikkan badannya ke dalam kamarnya. Ada kalender yang terpajang di atas meja rias. Pada bagian tanggalnya, tampak melingkar goresan spidol berwarna merah muda. Empat belas, bulan Februari, dua ribu dua belas.

“Dua hari lagi..” ucap Yuka.

***

Pagi itu di sebuah universitas ternama, Tokyo University, para mahasiswa mulai berdatangan. Bangunan yang kokoh tampak berjajar mengiringi mereka. Pohon Cerryblossom berbaris seperti menyambut para mahasiswa yang datang. Namun, tampak tinggal rantingnya dengan tumpukan bak kapas-kapas putih yang dingin. Suhunya mencapai tiga derjat celcius. Bahkan bisa terhempas hingga minus satu. Semua orang mengencangkan mantelnya. Memakai sarung tangan, topi woll, juga syal. Dan beberapa mengenakan sepatu boots.

Wanita bermantel kulit rusa, yang dikombinasi warna hijau toska dengan sepasang sepatu boots, berlari-lari kecil. Sepasang mata lentiknya, tertuju kepada seorang lelaki.

“Kenji!” Yuka memanggil dari balik badan lelaki berambut coklat kastanye. Rambutnya yang lurus dibuat berombak pendek. Dengan hairwax untuk menciptakan bentuk lebar melancip di ujung rambutnya. Hingga menimbulkan kesan jatuh pada semua sisi rambutnya. Modern dan futuristik. Mirip seperti hairstyle pemain dorama Jepang yang populer. Kenji memutar badan, dan mengulum senyum.

“Hey!” sapa Kenji. Tampak udara mengepul diantara suara yang dihasilkan. Salju turun menghiasi langit Tokyo, tepatnya di Ueno.

“Apa belakangan ini, kau tengah menyelesaikan skripsimu, Ken?” tanya Yuka menyelidik.

“Oh, tentu .…” Kenji tampak gagu.

“Kapan ada waktu, Ken? Membicarakan kelangsungan hubungan kita. Oya, Selasa besok sepertinya pihak universitas memberikan libur. Pasti kau juga..” Yuka berharap Kenji ada waktu untuknya.

“Ah, oh …” Kenji terbata.

“Kau tampak tak bersemangat, Ken? Aku minta maaf jika, kata-kataku waktu itu menyinggungmu. Aku tak bisa meredam emosi. Jujur aku merasa kau mengabaikanku sebagai kekasih. Aku kehilanganmu, Ken!” Yuka menyesal.

“Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, Yuka. Tapi mungkin belum saatnya. Sungguh aku mencintaimu .…” Kenji memasukkan jemarinya pada saku celananya. Yuka memperhatikan gerakannya. Ada perasaan dingin dan tak biasa yang diisyaratkan Kenji. Sebagai kekasih, untuk apa memasukkan tangan ke dalam saku. Yuka merasa butuh jemari Kenji menggamit jemarinya. Tapi, Yuka hanya diam mematung, memendam keinginannya. Airmata Yuka jatuh perlahan. Angin semakin dingin berhembus.

Ada lorong jiwa yang satu, merasakan sebagian sayapnya patah. Tercerai. Namun, ini adalah bagian dari kehidupannya yang baru. Memilih jalan hidup dengan kayakinan yang terpatri.

Kenji hanya mencatut sepi, seraya memandang gadis pujaan hatinya. Semua orang berlalu lalang di dekat mereka. Membicarakan perayaan romantisme yang tinggal satu hari lagi. Bahkan pernak-perniknya menghiasai ruang universitas. Semua yang berlalu-lalang, hampir berjalan berpasangan. Mereka telah sibuk merencanakan sebuah pesta di malam yang indah, malam Valentine.

“Aku menunggumu di Ueno Park, pukul tujuh malam. Aku harap kau bisa hadir .…” ucap Kenji seraya mengulas senyum. Lalu senyumnya, perlahan menghilang ditelan kerumunan orang-orang. Yuka hanya diam memandanginya berlalu. Ada seberkas senyum menggurat di wajahnya.

***

Ueno Park pada malam yang dinanti.

Ueno Park adalah sebuah taman umum yang berada di kawasan Ueno, distrik Taito-ku, Tokyo. Nama resminya adalah Taman Ueno Pemberian Kaisar. Taman seluas sekira 530 ribu meter persegi ini, dikelola Dinas Pekerjaan Umum Tokyo. Di sebelah selatan taman, terdapat kolam luas bernama kolam Shinobazu.

Di musim panas, sebagian permukaan kolam dipenuhi dengan indahnya daun-daun hijau dan merah muda bunga tanaman seroja. Di musim dingin, burung-burung migran menggunakan kolam Shinobazu sebagai tempat tinggal sementara, hingga datangnya musim semi. Di musim semi, taman Ueno populer sebagai tempat melihat bunga sakura. Ketika bunga sakura sedang mekar-mekarnya, taman ini ramai dengan orang yang datang berkelompok-kelompok untuk melakukan hanami.

Pada malam ini, sepanjang jalan dekat taman. Kedai-kedai makanan tradisional, restoran kecil dan galeri-galeri tampak lebih meriah dari hari biasanya. Mereka menggunakan pernak-pernik berwarna merah dan merah muda. Ucapan happy Valentine bisa ditemui hampir di setiap sudut kedai. Walaupun salju terus turun, namun orang-orang tetap pergi untuk jalan-jalan.

Di Ueno Park juga ada sebuah pertunjukan. Diambil dari dorama Jepang yang tak kalah menariknya dari kisah Romeo dan Juliet, Aishiteru. Para pengunjung memenuhi kursi yang disediakan. Yuka menunggu kedatangan Kenji. Yuka mengenakan mantel bulu panjang hingga kelutut. Malam ini, ia serasikan dengan malam Valentine. Mantel bulunya, sepatu bootsnya, dan topinya semua berwarna merah muda.

Dari kejauhan ia melihat Kenji. Kenji tampak biasa saja. Ia pun urung memberikan coklat spesial untuk Yuka.

Di Jepang, perayaan Valentine pada tanggal 14 Februari, merupakan jadwal para kaum lelaki memberi kado untuk wanita. Biasanya berupa coklat. Jika orang itu spesial, maka coklat yang diberikan adalah yang spesial pula. Tapi jika hanya menggapnya teman maka mereka akan memberikan coklat putih, atau coklat yang murah. Dan perempuan, untuk membalas kadonya adalah saat white day. Yaitu tanggal 14 Maret, bertepatan dengan musim semi. Lalu Kenji mengajaknya menjauh dari tempat pertunjukan. Mereka berhenti dekat sebuah bangku taman. Mereka hanya berdiri, sembari memandangi kerlip lampu dan rangkaian bunga, menghiasi sekitar taman.

“Ada hal yang inginku ceritakan padamu, Yuka. Sebelum kita benar-benar menjadi salju yang meleleh di musim semi. Biarkan ku rasai hati ini melumer sedikit demi sedikit, tentang apa yang telah ku yakini, kini. Maafkan aku, aku tidak bisa bersamamu lagi, Yuka. Dan tentu kita tidak bisa merayakan Valentine. Aku minta maaf .…” ucap Kenji seraya memutar wajahnya ke arah Yuka, lalu berbalik ke hadapan semula.

“Adakah seseorang menawan hatimu? Kita tidak bisa tidak merayakannya, Ken! Dan kita adalah pasangan sejati. Sudah tiga tahun kita jalani ini. Lalu apa kata orang tua kita? Kita harus tetap bersama! Dan malam ini, akan tetap ada Valentine!!” sanggah Yuka.

Kenji melepaskan mantel bulunya. Ia juga mencopot topi bundar panjang, yang menutupi hingga telinganya. Apa yang Yuka lihat, benar-benar membuatnya tercengang. Ia sangat tahu, apa yang dikenakan Kenji mirip seperti mahasiswa Indonesia dan Timur Tengah Dan apakah itu artinya? Yuka menggeleng keras, menampik pikirannya yang sempat menerka.

“Saat ini aku telah muslim, Yuka .…” jelas Kenji. Mantel dan topi tebalnya berganti pakaian gamis, dan sebuah sulaman peci putih.

“Tidak, Ken! Bukankah kau membenci segala sesuatu berbau dengan Islam? Kau lupa ketika kau pernah membentak seorang mahasiswa Indonesia, lantaran ia sering meminta izin untuk berdoa. Padahal saat itu, kau sedang menyampaikan makalah. Kau tau Ken, kita menyukai anjing, dan mereka tidak. Bahkan seperti jijik! Kau bukan Kenji!” sanggah Yuka. Matanya nanar. Ditahannya gejolak yang membadai di jiwanya.

“Aku memang bukan Kenji yang dulu, Yuka. Kini aku bernama Ahmad. Atau lebih tepatnya Muhammad Kenji Abdullah!”

“Ingat Kenji, apakah Tuhanmu mau menerimamu? Sedang kau banyak berbuat jahat kepada pengikutNya!”

“Maafkan aku Yuka. Ini adalah jalan yang telah ku pilih. Bahkan Ia menunjukkan jalan cintaNya padaku secara tiba-tiba dan sangat menghentak jiwaku. Hanya bisa dirasakan ketika pintu hidayah telah menyapamu. Aku tetap tidak bisa berbalik arah. Meski aku harus belajar dari awal, dan tentu akan banyak halangan yang ku temui nanti. Mungkin teman-teman satu organisasi kerohanian, akan marah padaku. Tapi itu tidak masalah. Aku yakin mereka menerima perbedaan ini. Sungguh, betapa aku masih tetap ingin menjalani sebagian hidupku bersamamu dan ikut merayakan Valentine. Tapi aku tidak bisa, sebagaimana agamaku melarang untuk mengikuti ajaran agama lain. Dan melarang, meski hanya ikut memperingatinya saja.” jelas Kenji.

“Dungu kau, Ken! Penjaga neraka mana yang telah melibas pikiranmu?!” Yuka tak bisa meredam emosi.

“Dan, aku harap kau memanggilku dengan sebuatan Ahmad! Aku percaya kau adalah orang yang sangat menghargai perbedaan. Suatu hari kau akan menerima perbedaan ini. Aku yakin pada hatimu yang masih seperti jasmine.” Kenji memberikan setangkai chrysant dan sebuah buku. Sebuah pemberian terakhirnya, dan permohonannya sebagai sahabat. Yuka memandangnya sekilas, “Mencari Damai dengan Napas Islam”.

Yuka tak bisa meredam emosinya. Suaranya menangis sesenggukan. Yuka menghempaskannya ke tanah putih yang dingin. Yuka kemudian berlari meninggalkan Kenji. Langkah kakinya yang cepat sempat menginjak hadiah pemberian Kenji.

Alhamdulillaah, semoga ini bisa menebus kesalahanku padaMu, Robbi .…” ucap Kenji lirih.

Kenji mengepalkan jemarinya meneguhkan keyakinannya. Ada tetesan bagai bola kristal yang pecah, menggelincir pelan di wajah Kenji. Sayangnya Yuka tak mengetahui.

Tulisan ini terinspirasi dari dua sahabat mbak Yazmin Aisyah dan kak Agus Kindi. Banyak belajar dari penulis seperti mereka.^_^

Oleh: Betty Permana  (Sedamai Lazuardi)

Anggota FLP cabang Metro

Terbit di Majalah Asy-Syifa edisi 1 (Januari-Februari 2012)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Naskah di halaman selanjutnya.

 

 

Sedingin Salju Di Malam Valentine

“Aku merasa belakangan ini, Kenji selalu menghindariku. Aku tak tau sebabnya mengapa? Hanya saja belakangan tampak aneh. Apalagi di saat-saat tertentu. Ia selalu miminta izin padaku. Nyaris lima kali sehari. Itu membuatku kesal!” bisik Yuka pada malam yang mulai temaram. Ia memandang ke luar jendela. Pandangannya menyapu halaman depan rumahnya. Tampak halaman yang cukup luas, dengan tata landscape bergaya Eropa. Ada sebuah patung Cupid sedang membawa guci yang mengalir air dari dalamnya. Gemericik air samar terdengar. Bola lampu yang menghiasi taman, masih memendarkan cahayanya.

Salju turun dengan tenangnya di bulan Februari. Memberikan hawa dingin dan tampilan serasi berupa warna putih. Suasana nampak begitu berbeda dari musim lainnya. Salju juga berperan meredam suara, sehingga haripun tampak sunyi. Sesunyi hatinya malam ini. Ia membalikkan badannya ke dalam kamarnya. Ada kalender yang terpajang di atas meja rias. Pada bagian tanggalnya, tampak melingkar goresan spidol berwarna merah muda. Empat belas, bulan Februari, dua ribu dua belas.

“Dua hari lagi..” ucap Yuka.

***

Pagi itu di sebuah universitas ternama, Tokyo University, para mahasiswa mulai berdatangan. Bangunan yang kokoh tampak berjajar mengiringi mereka. Pohon Cerryblossom berbaris seperti menyambut para mahasiswa yang datang. Namun, tampak tinggal rantingnya dengan tumpukan bak kapas-kapas putih yang dingin. Suhunya mencapai tiga derjat celcius. Bahkan bisa terhempas hingga minus satu. Semua orang mengencangkan mantelnya. Memakai sarung tangan, topi woll, juga syal. Dan beberapa mengenakan sepatu boots.

Wanita bermantel kulit rusa, yang dikombinasi warna hijau toska dengan sepasang sepatu boots, berlari-lari kecil. Sepasang mata lentiknya, tertuju kepada seorang lelaki.

“Kenji!” Yuka memanggil dari balik badan lelaki berambut coklat kastanye. Rambutnya yang lurus dibuat berombak pendek. Dengan hairwax untuk menciptakan bentuk lebar melancip di ujung rambutnya. Hingga menimbulkan kesan jatuh pada semua sisi rambutnya. Modern dan futuristik. Mirip seperti hairstyle pemain dorama Jepang yang populer. Kenji memutar badan, dan mengulum senyum.

“Hey!” sapa Kenji. Tampak udara mengepul diantara suara yang dihasilkan. Salju turun menghiasi langit Tokyo, tepatnya di Ueno.

“Apa belakangan ini, kau tengah menyelesaikan skripsimu, Ken?” tanya Yuka menyelidik.

“Oh, tentu .…” Kenji tampak gagu.

“Kapan ada waktu, Ken? Membicarakan kelangsungan hubungan kita. Oya, Selasa besok sepertinya pihak universitas memberikan libur. Pasti kau juga..” Yuka berharap Kenji ada waktu untuknya.

“Ah, oh …” Kenji terbata.

“Kau tampak tak bersemangat, Ken? Aku minta maaf jika, kata-kataku waktu itu menyinggungmu. Aku tak bisa meredam emosi. Jujur aku merasa kau mengabaikanku sebagai kekasih. Aku kehilanganmu, Ken!” Yuka menyesal.

“Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, Yuka. Tapi mungkin belum saatnya. Sungguh aku mencintaimu .…” Kenji memasukkan jemarinya pada saku celananya. Yuka memperhatikan gerakannya. Ada perasaan dingin dan tak biasa yang diisyaratkan Kenji. Sebagai kekasih, untuk apa memasukkan tangan ke dalam saku. Yuka merasa butuh jemari Kenji menggamit jemarinya. Tapi, Yuka hanya diam mematung, memendam keinginannya. Airmata Yuka jatuh perlahan. Angin semakin dingin berhembus.

Ada lorong jiwa yang satu, merasakan sebagian sayapnya patah. Tercerai. Namun, ini adalah bagian dari kehidupannya yang baru. Memilih jalan hidup dengan kayakinan yang terpatri.

Kenji hanya mencatut sepi, seraya memandang gadis pujaan hatinya. Semua orang berlalu lalang di dekat mereka. Membicarakan perayaan romantisme yang tinggal satu hari lagi. Bahkan pernak-perniknya menghiasai ruang universitas. Semua yang berlalu-lalang, hampir berjalan berpasangan. Mereka telah sibuk merencanakan sebuah pesta di malam yang indah, malam Valentine.

“Aku menunggumu di Ueno Park, pukul tujuh malam. Aku harap kau bisa hadir .…” ucap Kenji seraya mengulas senyum. Lalu senyumnya, perlahan menghilang ditelan kerumunan orang-orang. Yuka hanya diam memandanginya berlalu. Ada seberkas senyum menggurat di wajahnya.

***

Ueno Park pada malam yang dinanti.

Ueno Park adalah sebuah taman umum yang berada di kawasan Ueno, distrik Taito-ku, Tokyo. Nama resminya adalah Taman Ueno Pemberian Kaisar. Taman seluas sekira 530 ribu meter persegi ini, dikelola Dinas Pekerjaan Umum Tokyo. Di sebelah selatan taman, terdapat kolam luas bernama kolam Shinobazu.

Di musim panas, sebagian permukaan kolam dipenuhi dengan indahnya daun-daun hijau dan merah muda bunga tanaman seroja. Di musim dingin, burung-burung migran menggunakan kolam Shinobazu sebagai tempat tinggal sementara, hingga datangnya musim semi. Di musim semi, taman Ueno populer sebagai tempat melihat bunga sakura. Ketika bunga sakura sedang mekar-mekarnya, taman ini ramai dengan orang yang datang berkelompok-kelompok untuk melakukan hanami.

Pada malam ini, sepanjang jalan dekat taman. Kedai-kedai makanan tradisional, restoran kecil dan galeri-galeri tampak lebih meriah dari hari biasanya. Mereka menggunakan pernak-pernik berwarna merah dan merah muda. Ucapan happy Valentine bisa ditemui hampir di setiap sudut kedai. Walaupun salju terus turun, namun orang-orang tetap pergi untuk jalan-jalan.

Di Ueno Park juga ada sebuah pertunjukan. Diambil dari dorama Jepang yang tak kalah menariknya dari kisah Romeo dan Juliet, Aishiteru. Para pengunjung memenuhi kursi yang disediakan. Yuka menunggu kedatangan Kenji. Yuka mengenakan mantel bulu panjang hingga kelutut. Malam ini, ia serasikan dengan malam Valentine. Mantel bulunya, sepatu bootsnya, dan topinya semua berwarna merah muda.

Dari kejauhan ia melihat Kenji. Kenji tampak biasa saja. Ia pun urung memberikan coklat spesial untuk Yuka.

Di Jepang, perayaan Valentine pada tanggal 14 Februari, merupakan jadwal para kaum lelaki memberi kado untuk wanita. Biasanya berupa coklat. Jika orang itu spesial, maka coklat yang diberikan adalah yang spesial pula. Tapi jika hanya menggapnya teman maka mereka akan memberikan coklat putih, atau coklat yang murah. Dan perempuan, untuk membalas kadonya adalah saat white day. Yaitu tanggal 14 Maret, bertepatan dengan musim semi. Lalu Kenji mengajaknya menjauh dari tempat pertunjukan. Mereka berhenti dekat sebuah bangku taman. Mereka hanya berdiri, sembari memandangi kerlip lampu dan rangkaian bunga, menghiasi sekitar taman.

“Ada hal yang inginku ceritakan padamu, Yuka. Sebelum kita benar-benar menjadi salju yang meleleh di musim semi. Biarkan ku rasai hati ini melumer sedikit demi sedikit, tentang apa yang telah ku yakini, kini. Maafkan aku, aku tidak bisa bersamamu lagi, Yuka. Dan tentu kita tidak bisa merayakan Valentine. Aku minta maaf .…” ucap Kenji seraya memutar wajahnya ke arah Yuka, lalu berbalik ke hadapan semula.

“Adakah seseorang menawan hatimu? Kita tidak bisa tidak merayakannya, Ken! Dan kita adalah pasangan sejati. Sudah tiga tahun kita jalani ini. Lalu apa kata orang tua kita? Kita harus tetap bersama! Dan malam ini, akan tetap ada Valentine!!” sanggah Yuka.

Kenji melepaskan mantel bulunya. Ia juga mencopot topi bundar panjang, yang menutupi hingga telinganya. Apa yang Yuka lihat, benar-benar membuatnya tercengang. Ia sangat tahu, apa yang dikenakan Kenji mirip seperti mahasiswa Indonesia dan Timur Tengah Dan apakah itu artinya? Yuka menggeleng keras, menampik pikirannya yang sempat menerka.

“Saat ini aku telah muslim, Yuka .…” jelas Kenji. Mantel dan topi tebalnya berganti pakaian gamis, dan sebuah sulaman peci putih.

“Tidak, Ken! Bukankah kau membenci segala sesuatu berbau dengan Islam? Kau lupa ketika kau pernah membentak seorang mahasiswa Indonesia, lantaran ia sering meminta izin untuk berdoa. Padahal saat itu, kau sedang menyampaikan makalah. Kau tau Ken, kita menyukai anjing, dan mereka tidak. Bahkan seperti jijik! Kau bukan Kenji!” sanggah Yuka. Matanya nanar. Ditahannya gejolak yang membadai di jiwanya.

“Aku memang bukan Kenji yang dulu, Yuka. Kini aku bernama Ahmad. Atau lebih tepatnya Muhammad Kenji Abdullah!”

“Ingat Kenji, apakah Tuhanmu mau menerimamu? Sedang kau banyak berbuat jahat kepada pengikutNya!”

“Maafkan aku Yuka. Ini adalah jalan yang telah ku pilih. Bahkan Ia menunjukkan jalan cintaNya padaku secara tiba-tiba dan sangat menghentak jiwaku. Hanya bisa dirasakan ketika pintu hidayah telah menyapamu. Aku tetap tidak bisa berbalik arah. Meski aku harus belajar dari awal, dan tentu akan banyak halangan yang ku temui nanti. Mungkin teman-teman satu organisasi kerohanian, akan marah padaku. Tapi itu tidak masalah. Aku yakin mereka menerima perbedaan ini. Sungguh, betapa aku masih tetap ingin menjalani sebagian hidupku bersamamu dan ikut merayakan Valentine. Tapi aku tidak bisa, sebagaimana agamaku melarang untuk mengikuti ajaran agama lain. Dan melarang, meski hanya ikut memperingatinya saja.” jelas Kenji.

“Dungu kau, Ken! Penjaga neraka mana yang telah melibas pikiranmu?!” Yuka tak bisa meredam emosi.

“Dan, aku harap kau memanggilku dengan sebuatan Ahmad! Aku percaya kau adalah orang yang sangat menghargai perbedaan. Suatu hari kau akan menerima perbedaan ini. Aku yakin pada hatimu yang masih seperti jasmine.” Kenji memberikan setangkai chrysant dan sebuah buku. Sebuah pemberian terakhirnya, dan permohonannya sebagai sahabat. Yuka memandangnya sekilas, “Mencari Damai dengan Napas Islam”.

Yuka tak bisa meredam emosinya. Suaranya menangis sesenggukan. Yuka menghempaskannya ke tanah putih yang dingin. Yuka kemudian berlari meninggalkan Kenji. Langkah kakinya yang cepat sempat menginjak hadiah pemberian Kenji.

Alhamdulillaah, semoga ini bisa menebus kesalahanku padaMu, Robbi .…” ucap Kenji lirih.

Kenji mengepalkan jemarinya meneguhkan keyakinannya. Ada tetesan bagai bola kristal yang pecah, menggelincir pelan di wajah Kenji. Sayangnya Yuka tak mengetahui.

Tulisan ini terinspirasi dari dua sahabat mbak Yazmin Aisyah dan kak Agus Kindi. Banyak belajar dari penulis seperti mereka.^_^

Oleh: Betty Permana S (Sedamai Lazuardi)

Anggota FLP cabang Metro

Terbit di Majalah Asy-Syifa edisi 1 (Januari-Februari 2012)

 

Tinggalkan komentar