Ya Allah Izinkan Aku Menjadi Solihah (part 1)


IMG-20170526-WA0003

“Berjuang hingga Akhir”, adalah tema kegiatan konser amal Lampung Palestine Ambassador 2017. Namun, kata-kata itu pula mengingatkan diri sendiri, untuk berjuang hingga akhir. Bermujahadah dalam din ini hingga akhir. Berjuang, bukanlah kata yang mudah, dalamnya duri, sungainya bau, melelahkan.

Beberapa tahun yang lalu, pertama kalinya aku ikut konser Palestina, saat ada Opick di gedung Mandala, saat itu, pesertanya banyak, melihat panitianya aku berandai, seandainya … aku jadi panitia konser, mereka tampak luar biasa. Alhamdulillah, aku jadi panitia konser Palestina kali ini.

Salah paham dalam kerja-kerja kebaikan itu hal biasa dan wajar adanya, kala kita melaksanakan tugas dakwah. Seperti kali ini, tetiba koordinator humas ganti, aku berusaha sekooperatif mungkin, dan memang naluri alamiahku saat bertemu orang adalah mungkin terlalu ramah, sehingga orang yang baru pertama kali mengenal akan merasa risih jika dia adalah lawan jenis.

Saya sapa beliau, beliau tampak tak melihat, saya coba ramah, tampak tak melihat, lalu baru menjawab. Aku dan seorang adik, sudah berapa kali bolak-balik ke GOR, tapi kami tidak tau mana orangnya yang harus kami temui.

Aku fast respond di grup, aku jawab,” udah, bla bla …”
“Nanti lagi sarapan, biar kuat menghadapi kenyataan.” oke, dari pesan itu sepertinya orangnya ramah.

Sampai kami untuk kesekian kalinya kembali ke GOR, wah kami kaya orang ilang, kemarin panitia bilang alat akan disediakan, ya sudah kami kira memang kami ‘boleh’ dipinjami alat dokumentasi.

Ada kakak-kakak yang baik, setidaknya ‘bisa’ diajak komunikasi, beliau bilang cameranya lagi dicharge. Tapi aku tak yakin, namun sang adik tampaknya masih semangat meminta camera tersebut pada kakak-kakak ‘horor’ itu (maaf ya kak),

“Kak cameranya bla bla bla.” ucap adik.
“Bla bla … atau bantuin konsumsi.” ucap kakak ‘itu’, sambil mengarahkan tangannya, dari kata-katanya kaya ngusir gitu.

“Mau buat rilis berita.”

“Ya rilis tinggal rilis aja.” ucapnya.

“Memangnya rilis berita nggak pake foto.” batinku.

Saat kami pergi menjauh, terutama aku cuma bisa ngeromet, toh kami minta foto dari mereka itu karena supaya dapat foto terbaik, lagi pula kamikan satu tim, tim humas plus rilis berita. Mestinya sebagai koordinator (walau pengganti) bersosialisasi yang baiklah, kesan pertama itu sangat menentukan frame orang lho.

Sampai, kami meminta foto dari seorang akhwat, dia satu-satunya harapan kami, awalnya agak kurang welcome, dan beliau bilang,”Nanti kasih tau ya kalo ada wartawan.”

“Aku wartawan.”

“Oh mba wartawan?” akhwat itu langsung, mencarikan foto untuk kami. Sebenarnya, biasanya kami rilis berita pun hanya bermodal kamera hape android, hanya saja karena kami ini kan dijadikan satu tim,  dan seperti mandat ketua pelaksana kalau bisa tiap kegiatan ada rilis beritanya. Pagi itu kami mau naikin berita, supaya masyarakat yang baca jadi tau dan tertarik untuk datang saat konser nanti, makanya kami buru-buru mau foto. Sepertinya tidak banyak yang paham, pentingnya rilis berita saat acara sedang berlangsung, karena bisa menarik minat orang.

Sesumbar koordinator pengganti bilang di grup, kalau ada wartawan kasih syal Palestine, bukan fokus ke syalnya ya, tapi ke kata wartawan. Ketua baru saya ini nggak ngeh, saya dari tadi bilang “rilis”, wartawan di depan dia, dia nggak mudheng. Jarang-jarang ada penulis (buku) nyamperi orang biasa, wkwkw pikiran nakalku mulai jadi.

Aih sudahlah. Hapepun jadi. Toh biasanya juga kami ini pakai hape. Bahkan seorang blogger dan wartawan senior yang kutemui aja pake hape.

“Pak, posisi dmana, kami kaya orang ilang nih.” ucapku ke koordinator lama.

“In syaa Allah sampai jam 11.” ucap bapak koor yang lama.

Sambil nunggu ‘bapak dadakan’ kami keliling-keliling.

“Koordinator kok ga kooperatif. ”

“Kakaknya kaya gitu sih.” ucap adik.

“Mba….”
“Udah ah kita sok asyik aja.”

Kami keliling-keliling, jumpa alumni 212 yang lumayan banyak, kami tegur sapa dengan ikhwah Metro, dan tegur sapa dengan panitia, dan peserta lomba. Kakak rohis kami (murobi) mengajarkan, untuk senyum, salam, sapa, sopan, santun. Supaya orang nggak gagal paham sama Islam. Kalau Islam itu nggak horor.

Menjaga sangat boleh, tapi jangan berlebihan, liat situasi dan kondisi, toh kami ini adik-adikmu yang alangkah indahnya jika moment tersebut dijadikan  moment menyambung silaturahim sesama ummat.

Bekerja dalam kerja dakwah memang, wajar adanya terjadi salah paham, dan biarkan ini menjadi perjuangan kita, masing-masing. Sekecil apapun yang kita lakukan, Allah telah mencatatnya sebagai amal. Mudah-mudahan menarik rahmat Allah Swt. Aamiin.

Mohon maaf lahir dan bathin semuanya… ^_^
Tulisan ini hanya coretan hati saja, sebagai pewarna dalam perjalanan ini.

Tinggalkan komentar